Halaman

Pemilu dan Kampanye Online: Keberhasilan Peran Internet dalam Pemilihan Umum Malaysia 2008

Sumber : www.forum-politisi.org

Pemilihan umum Malaysia ke-12 yang berlangsung pada bulan Maret 2008 lalu telah mengubah panorama politik negara itu. Hasil pemilihan ini sebagian besarnya disebabkan oleh bertemunya sejumlah persoalan dan kepribadian yang merupakan cirri-ciri politik Malaysia yang sering kali terjadi. Namun demikian, salah satu faktor yang menjadi penyebab penting yang muncul adalah peran internet sebagai alat untuk menyalurkan ungkapan keinginan masyarakat akan perubahan politik di negeri jiran tersebut.


Buku yang ditulis oleh Ibrahim Suffian yang akrab disapa Ben, Direktur Merdeka Center for Opinion Research Malaysia, ini secara umum menerangkan dampak internet terhadap perolehan suara partai oposisi ketika Pemilu Malaysia 2008 lalu. Di dalamnya disajikan berbagai informasi seputar jumlah pengguna internet di Malaysia, penetrasi internet, serta tampilan web para politisi Malaysia.

Secara umum dapat diakui bahwa kekuatan institusi-institusi demokrasi Malaysia telah menurun sejak beberapa tahun terakhir. Terdapat dominasi eksekutif yang kuat terhadap parlemen dan ada pembatasan-pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan demokrasi berpendapat dan berekspresi.

Pada awal masa kampanye Pemilu 2008, kebanyakan pengamat politik yang memantau proses politik di Malaysia sepakat bahwa Barisan Nasional akan kembali memenangkan rangkaian pemilu seperti kemenangan-kemenangan mereka sejak kemerdekaan tahun 1957 silam dan memperoleh kemenangan telak. Namun demikian tahun ini negeri tersebut mendapatkan sebuah kejutan yang amat tidak terduga sebelumnya. Koalisi yang berkuasa memperoleh hasil suara yang terburuk selama beberapa dekade, dan kehilangan mayoritas 2/3nya di parlemen serta kontrolnya terhadap lima dewan negara karena hanya berhasil memenangkan 50,27% suara. Sebaliknya, partai oposisi, Partai Keadilan yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim berhasil meraih 46,75% suara.

Dibalik semua itu, ternyata peran internet telah memberi kontribusi yang amat krusial dan signifikan terhadap perkembangan di Malaysia tersebut. Strategi yang digunakan oleh partai oposisi adalah situs-situs web, dan bahkan banyak pula pemilih perorangan yang berkontribusi untuk mengkampanyekan partai oposisi melalui blog-blog mereka masing-masing atau dengan cara memasukkan informasi politik ke dalam situs-situs bebas seperti facebook, dll. Upaya ini ternyata memberikan dukungan pada pimpinan oposisi Anwar Ibrahim yang memanfaatkan wadah internet untuk kampanye yang sangat bersifat perorangan, mengikuti gaya kampanye pada pemilu presiden.

Peran internet dan segala keajaiban yang menyertainya juga sempat dirasakan oleh Presiden terpilih Amerika Serikat, Barack Obama, ketika kampanye untuk pemilu presiden beberapa waktu lalu. Ketika itu, Obama yang bisa dikatakan seorang politisi yang belum memiliki pendukung yang banyak dan oleh karenanya banyak kalangan yang skeptis bahwa dirinya akan menang nantinya. Namun Obama tidak menghiraukan semua kepesimisan tersebut dan beliau terus maju dengan mendekatkan diri pada kalangan muda, yakni kalangan yang akrab dengan dunia maya. Melalui internet, blog, facebook, youtube, dan situs-situs sosial gratis lainnya inilah Obama bisa menggaet hati ribuan bahkan jutaan pendukungnya yang kemudian menjadi pemilihnya. Hal ini tentunya tidak terpikirkan sebelumnya oleh lawannya ketika itu, John McCain yang lebih banyak menggaet pendukungnya melalui jalur ‘tradisional’.

Setelah membaca kedua pengalaman politik dua politisi dari dua negara yang berbeda tersebut, bisakah politisi di Indonesia mengikuti jejak kedua politisi tersebut? Melalui Friedrich Naumann Stiftung Indonesia, banyak politisi muda Indonesia yang telah mengikuti pelatihan “Blogging for Democracy” yang diadakan oleh lembaga dari Jerman tersebut. Tidak ada salahnya jika para politisi yang juga sudah merupakan blogger tersebut menyampaikan pesan-pesan politiknya melalui blognya masing-masing. Dengan demikian, masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri bisa terus mengetahui kabar terbaru dari peta politik Indonesia langsung dari kaca mata seorang kandidat.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa partai-partai politik di Indonesia yang akan memperebutkan kursi di DPR RI akan tetap menggunakan cara-cara kampanye ‘tradisional’ dengan didukung oleh situs web partai masing-masing yang telah diperbaharui. Akan tetapi, untuk kampanye pemilihan presiden, ada baiknya para kandidat mempelajari pengalaman di Malaysia dan Amerika Serikat tersebut dan menggunakan pula alat-alat interaktif online. Banyak yang berargumen bahwa Indonesia belum sampai pada tahapan itu. Namun pengalaman membuktikan bahwa yang pertama memanfaatkannya secara efektif akan menuai keuntungan yang terbesar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar