Halaman

Kolusi di Daerah Mencontoh SBY

JAKARTA (JPNN) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DR La Ode Ida mengatakan munculnya trend baru para gubernur untuk menempatkan rekan-rekan satu partainya atau pendukungnya di perusahaan-perusahaan milik daerah atau di SKPD strategis tidak dapat dilihat hanya sebagai gejala politik daerah saja.
"Gejala itu sebelumnya sudah berlangsung di pusat kekuasaan dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membagi-bagi jabatan kepada rekan-rekan satu partai atau rekan-rekan satu koalisinya di kabinet, BUMN dan badan-badan strategis lainnya," tegas La Ode Ida, dalam dialog kenegaraan bertema " Kinerja Kabinet dan Pengaruhnya pada Eektivitas Pemerintahan Daerah," di gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (23/2).
Para gubernur, lanjut La Ode Ida, lebih dalam posisi meniru cara-cara presidennya dalam mengakomodasi dan membantu rekan-rekan satu partai atau koalisinya. "Jadi tidak relevan juga kalau kinerja pemerintah daerah tidak maksimal lalu gubernurnya dipersalahkan secara sepihak hanya gara-gara meniru gaya kepemimpinan di tingkat nasional."
Prilaku menempatkan rekan-rekan satu partai atau rekan-rekan satu koalisinya di kabinet, BUMN dan badan-badan strategis lainnya, menurut La ode Ida, tidak sepenuhnya keliru sepanjang orang yang ditempatkannya punya kapasitas dan kapabilitas sesuai dengan bidangnya.
"Kekeliruan terjadi ketika orang-orang yang dia beri tanggung jawab itu sama sekali tidak punya kompetensi dan presiden karena pertimbangan politik tidak mau menggantinya dengan para profesional yang berada di luar sistem politik," ujar Senator asal Sulawesi Tenggara itu.
Jadi, disitulah letak permasalahan kepemimpinan bangsa ini. Konstitusi telah memerintahkan presiden agar kabinet dibentuk menggunakan prinsip-prinsip presidensil kabinet, sementara SBY, karena pertimbangan politis lebih memilih corak kabinet parlementer. "Sikap dualisme inipun ditiru oleh gubernur, bupati dan walikota dalam memimpin daerah masing-masing. Ketika perubahan ke arah yang lebih baik tidak terjadi, kenapa daerah yang dipersalahkan," tanya La Ode Ida.
Di tempat yang sama, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargen secara terang-terangan memberi contoh sejumlah kementerian yang dipimpin oleh kader-kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Menterinya orang PKS, gubernurnya orang PKS, maka eselon I di kementerian bersangkutan dan kepala SKPD serta komisaris-komisaris di BUMD harus bernuansa PKS. Ini membawa konsekuensi sistem pemerintahan dengan sendirinya menjadi lemah," tegas Boni.
Sementara Kepala Demografi Fakultas Ekonomi UI, Sonny Hary Hamardi, menambahkan kemarahan Presiden SBY terhadap kepala daerah karena pemerintah tidak melaksanakan ukuran kinerja masing-masing daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
"Disitu ada pasal yang mengatur soal kinerja pemerintahan daerah berikut dengan sanksi-sanksinya. Kalau undang-undang itu dilaksanakan secara baik, maka terhadap daerah-daerah yang ada tapi tidak memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi daerah otonom, maka bisa dilebur ke daerah terdekat. Dan itu sesungguhnya salah satu dari tugas Kementerian Dalam Negeri," tukas Sonny. (fas/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar