Halaman

Menyoal Studi Banding DPRD Kota Sukabumi (Tahun 2011 Dianggarkan 9 Milyar)

Politisi Sukabumi : Sebaiknya anggaran 9 Milyar digunakan untuk bangun 500 buah rumah miskin atau beasiswa 20.000 siswa yang drop-out atau gratiskan 10.000 ibu hamil yang melahirkan.
Sukabumi -- Sejatinya kunjungan anggota dewan atau studi banding ke luar daerah adalah ajang perbandingan kondisi di daerah sendiri dengan daerah yang dituju sebagai acuan dalam pembuatan sebuah regulasi. Anggota dewan sebagai legislator sangat layak melakukan studi banding agar regulasi yang dibuat atau gagasan itu nantinya sesuai dengan kebutuhan daerah.

Berangkat dari istilah studi banding, maka daerah yang dituju selayaknya harus lebih baik dengan kondisi daerah asal karena tujuannya jelas, menjadi perbandingan untuk menjadi pembelajaran penerapan kebijakan atau peraturan daerah.
Meski umumnya studi banding dilakukan sekaitan akan dibuatnya perda, namun tidak mutlak sebuah studi banding menghasilkan perda. Begitu pun sebaliknya, tidak semua rancangan peraturan daerah yang tengah dibahas harus dilakukan studi banding. Namun, sekali lagi mayoritas sehubungan karena adanya rencana membuat regulasi baru atau merevisi regulasi yang sudah ada.
Jika dikaitkan dengan studi banding yang dilakukan anggota DPRD Kota Sukabumi dalam setahun terakhir dengan regulasi yang dihasilkan, tertera data yang tidak berimbang. Konon, anggaran yang dihabiskan mencapai miliaran rupiah, dengan studi banding ke Bogor, Garut, Cimahi, Bali, Jogjakarta dan Lombok. Ada juga kunjungan kerja Komisi I ke Direktorat Perhubungan Daerah di Jakarta dalam rangka pembahasan masalah bus Sukabumi dilarang melintas di jalur UKI dan Pembangunan jalan tol Ciawi-Sukabumi.
Namun perda yang dibuat atau kebijakan yang dihasilkan dari studi banding dan kunjungan kerja itu tidak seberapa. Hanya enam perda. Tiga di antaranya perda baru. Yaitu Perda No 2 Tahun 2010 tentang pengelolaan barang milik daerah, kedua Perda No 4 Tahun 2010 tentang Retribusi pemakaian kekayaan milik daerah dan Perda No 6 Tahun 2010 tentang Tahapan penyusunan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Sementara tiga perda lainnya adalah perda revisi.
Untuk tahun ini, dewan sudah menganggarkan dana Rp9 miliar untuk studi banding dan kunjungan kerja. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, publik pun kembali pesimis penggunaan anggaran miliaran rupiah itu tidak akan efektif menghasilkan regulasi baru atau kebijakan yang berpihak ke masyarakat atau untuk kemajuan Kota Sukabumi.
Seperti dikatakan Pengamat Kebijakan Publik yang yang juga koordinator LSM Masyarakat Peduli Hukum dan Hak Azasi Manusia (MPH-HAM), AA Brata Soedirja. Ia menyayangkan padatnya agenda studi banding dan kunjungan kerja anggota dewan yang terkesan hanya menghambur-hamburkan uang saja. Sekadar jalan-jalan atau pelesiran. "Buktinya, jika dibandingkan dengan banyaknya daerah yang dikunjungi, ternyata tidak seberapa regulasi yang dihasilkan. Padahal masyarakat kan juga menanti-nanti apa hasil dari studi banding atau kunjungan kerja atau apapun namanya itu," kritik Brata.
Brata justru menilai, di era modern seperti sekarang, sudah bukan waktunya lagi anggota dewan melakukan studi banding atau kunjungan kerja. Soalnya semua masalah atau tambahan pengetahuan yang dibutuhkan dewan, bisa diakses via internet. "Kalau bicara efesiensi, saya kira cara itu lebih efektif. Tidak mengeluarkan banyak biaya dan saya yakin lebih banyak ilmu yang bisa didapat," ujar Brata.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Sukabumi Aep Saepurrahman membantah jika studi banding dan kunjungan kerja hanya menghambur-hamburkan uang semata. Soalnya, perjalanan dinas itu didasari pada kebutuhan daerah. Tidak sekadar dianggarkan. "Itu dilakukan untuk mendapatkan referensi mengenai suatu permasalahan yang tengah atau akan kita bahas di dewan," kilahnya.
Dalam hal studi banding ini pun, lanjut Aep, tidak mutlak menghasilkan perda. Begitu pun dalam membuat perda tidak harus selalu melakukan studi banding. "Ada yang wajib dilakukan seperti pembahasan APBD dan APBD-Perubahan," terang Legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu.
Disinggung soal efesiensi pembelajaran via dunia maya, Aep berdalih kurang efektif karena interaksi dengan pejabat atau anggota dewan yang dituju tidak maksimal. "Saya kira memang harus face to face agar bisa berdialog lebih detail mengenai informasi yang kita butuhkan," katanya.
Sementara terkait anggaran, Aep mengatakan studi banding berikut anggarannya sudah diperhitungkan sedemikian rupa dengan menyesuaikan kebutuhan dan ketersediaan dana. "Logikanya tidak mungkin kita melakukan stuba sementara anggarannya sendiri tidak ada. Untuk permasalahan jumlah anggaran kita sudah sesuaikan dengan rencana kerja dewan (renja)," pungkasnya.(rp4/dyl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar