[Politisi Sukabumi] Sujiwo Tejo: Kepemimpinan SBY Telah Habis
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama setahun ini mengalami degradasi. Sebagai pimpinan tertinggi negara, Presiden Yudhoyono telah kehilangan sentuhan dan nurani kepemimpinannya.
Berbicara pada acara refleksi akhir tahun di PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (30/12), budayawan Sujiwo Tejo menyatakan, pemimpin harus punya sikap mengayomi dan memikul tanggungjawab. Ketika anak buahnya dihujat, dipermalukan, pemimpin harus mengambil sikap dan mengambilalih tanggungjawab.
Tidak demikian halnya Presiden Yudhoyono. “Ketika kasus Bank Century mencuat, Menteri Ekonomi Sri Mulyani dipermalukan, sebagai perempuan ‘dibakar’ (dihujat, red), Presiden diam saja. Dia sudah mati (perasaannya sebagai pemimpin,red) ketika anak buahnya yang notabene perempuan dihujat, diam saja, ” kata dia.
Dia menegaskan, kepemimpinan harus berani mengambilalih tanggungjawab. Bukan sebaliknya, pemimpin ingin menonjol sendiri. Kemudian pemimpin harus mengutamakan hati nurani bukan mengedepankan simbol atributif. Misalnya pemimpin menuntut gelar akademik harus dicantumkan dalam setiap namanya dipanggil atau ditulis dalam papan. Aspek simbol atributif tersebut ditonjolkan oleh pemimpin sekarang.
“Pemimpin selevel presiden tak perlu gelar, staf ahlinya saja yang harus memiliki gelar akademik. Sebab pemimpin tugasnya memutuskan, staf ahli yang menyampaikan pemikiran, pimpinan mengambil keputusan dengan hati nurani,” ujar dia.
Sementara pengamat dan dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Eko Prasetyo menyatakan pemimpin-pemimpin cenderung pamer wajah di mana-mana, tidak menghiraukan bagaimana prestasi yang dicapai.
Kemudian para pemimpin cenderung oligarkis. “Ketika suaminya menjadi bupati, istrinya harus menjabat ketua parlemen seperti terjadi di daerah tertentu,” kata dia. (A-84/das)***
Disadur : PR Online
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama setahun ini mengalami degradasi. Sebagai pimpinan tertinggi negara, Presiden Yudhoyono telah kehilangan sentuhan dan nurani kepemimpinannya.
Berbicara pada acara refleksi akhir tahun di PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (30/12), budayawan Sujiwo Tejo menyatakan, pemimpin harus punya sikap mengayomi dan memikul tanggungjawab. Ketika anak buahnya dihujat, dipermalukan, pemimpin harus mengambil sikap dan mengambilalih tanggungjawab.
Tidak demikian halnya Presiden Yudhoyono. “Ketika kasus Bank Century mencuat, Menteri Ekonomi Sri Mulyani dipermalukan, sebagai perempuan ‘dibakar’ (dihujat, red), Presiden diam saja. Dia sudah mati (perasaannya sebagai pemimpin,red) ketika anak buahnya yang notabene perempuan dihujat, diam saja, ” kata dia.
Dia menegaskan, kepemimpinan harus berani mengambilalih tanggungjawab. Bukan sebaliknya, pemimpin ingin menonjol sendiri. Kemudian pemimpin harus mengutamakan hati nurani bukan mengedepankan simbol atributif. Misalnya pemimpin menuntut gelar akademik harus dicantumkan dalam setiap namanya dipanggil atau ditulis dalam papan. Aspek simbol atributif tersebut ditonjolkan oleh pemimpin sekarang.
“Pemimpin selevel presiden tak perlu gelar, staf ahlinya saja yang harus memiliki gelar akademik. Sebab pemimpin tugasnya memutuskan, staf ahli yang menyampaikan pemikiran, pimpinan mengambil keputusan dengan hati nurani,” ujar dia.
Sementara pengamat dan dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Eko Prasetyo menyatakan pemimpin-pemimpin cenderung pamer wajah di mana-mana, tidak menghiraukan bagaimana prestasi yang dicapai.
Kemudian para pemimpin cenderung oligarkis. “Ketika suaminya menjadi bupati, istrinya harus menjabat ketua parlemen seperti terjadi di daerah tertentu,” kata dia. (A-84/das)***
Disadur : PR Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar