Halaman

Putusan MK, Peluang Memakzulkan Presiden?

[Politisi Sukabumi] : Pemerintah ngapain takut, kalo memang benar-benar menegakkan hukum kasus century.
VIVAnews - Putusan Mahkamah Konstitusi, Rabu lalu membuat sejumlah politikus di Senayan senang. Mahkamah menyatakan, Pasal 184 Ayat 4 UU Nomor 27 Tahun 2009 yang mengatur soal Hak Menyatakan Pendapat tidak sesuai dengan konstitusi.
Bunyi pasal 184 ayat 4 uu no 27 tahun 2009 yaitu, "Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi menjadi Hak Menyatakan Pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sediki 3/4 dengan persetujuan paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPR yang hadir." Mahkamah menyatakan pasal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 7B UUD 1945, yang menegaskan Hak Menyatakan Pendapat oleh DPR cukup didukung sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
Beberapa jam setelah putusan itu, politikus Golkar Bambang Soesatyo, satu dari tiga pemohon uji materi aturan itu mengirim pesan tertulis ke sejumlah media. Dia menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi karena menurutnya putusan ini membuka jalan bagi Hak Menyatakan Pendapat bisa lolos tanpa dukungan Partai Demokrat.
Sebelumnya, Hak Menyatakan Pendapat soal Kasus Bank Century terganjal Partai Demokrat yang menguasai lebih dari seperempat parlemen. Dengan aturan yang merujuk ke Undang-undang Dasar ini yakni cukup 2/3 kursi parlemen, maka ketidakhadiran Demokrat yang memiliki 26 persen kursi dalam sidang paripurna tidak mengurangi kuorum.
"Dengan dikabulkannya gugatan kami, artinya ke depan Presiden tidak boleh bermain-main dalam mengambil suatu keputusan. Sebab, hak penggunaan menyatakan pendapat di DPR dapat berjalan tanpa Demokrat, PAN dan PKB," kata Bambang.
"Itu juga berarti jalan untuk penuntasan kasus Century terbuka lebar tanpa tergantung pada KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Dan ini pertama kali terjadi dalam peristiwa hukum kita, anggota DPR yang melakukan gugatan memiliki legal standing di MK, di mana gugatan atas UU yang dibuat DPR dapat dikoreksi oleh anggota DPR lainnya," ujar Bambang.
Belum cukup, keesokan harinya, Kamis 13 Januari 2011, ketiga pemohon dari tiga partai berbeda itu menggelar jumpa pers.
Akbar Faizal menyatakan bahwa pemakzulan kini tidak lagi mustahil. Putusan Mahkamah Konstitusi menganulir ayat tersebut membuat mosi tak percaya bisa dilakukan oleh sidang yang dihadiri 2/3 anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian 2/3 dari yang hadir sidang itu atau minimal 249 anggota DPR bisa mengajukan usul pemakzulan ke Mahkamah Konstitusi.
"Dengan dikabulkannya gugatan kami, maka sebuah kata yang tidak disukai pemerintah manapun -- impeachment -- kini menjadi sebuah keniscayaan," kata Akbar.
Oleh karena itu, lanjut Akbar, pemerintah saat ini harus lebih hati-hati, terukur, konsisten, dan konsekuen dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk dalam menuntaskan kasus Century yang hingga kini penyelesaian hukumnya belum menemukan titik terang.
"Kami minta pemerintah betul-betul serius menuntaskan kasus Century. Penyelenggara hukum selama ini seperti sedang melakukan akrobat hukum saja," kata politikus Partai Hati Nurani Rakyat itu.
Akbar menjelaskan, bersama Bambang dan Lily mengajukan gugatan tersebut sebagai dampak dari rekomendasi Pansus Century yang menurut mereka tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan memuaskan. "Ketika saat itu DPR telah memvonis pemerintah -- dengan komposisi 6 dari 9 fraksi sepakat telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah terkait kasus Century, seharusnya itu sudah menjadi sikap resmi DPR yang tinggal diformalkan saja," ujar Akbar.
Nyatanya, lanjut anggota Fraksi Hanura itu, konstelasi politik saat itu membuat usulan hak menyatakan pendapat yang merupakan kelanjutan dari sikap mayoritas fraksi di DPR, tidak dapat dilanjutkan.
Bambang Soesatyo, dalam jumpa pers yang sama, menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi ini akan berlanjut. Dia mengaku, sudah mengantongi tanda tangan 126 anggota DPR yang mendukung pengguliran Hak Menyatakan Pendapat.
"Sebelum kami mengajukan uji materi ke MK, kami sudah berhasil mengumpulkan 126 tanda tangan untuk mendukung usulan hak menyatakan pendapat. Ini tinggal kami komunikasikan kembali," kata Bambang.
"DPR telah memutuskan ada pelanggaran dalam kasus Century, maka harus ada yang bertanggung jawab. Ini tantangan bagi Ketua KPK baru Busyro Muqoddas, Jaksa Agung baru Basrief Arif, dan Kapolri baru Timur Pradopo, untuk bergerak cepat menuntaskan kasus Century," kata politikus Golkar itu. Bagi Bambang, penyelesaian kasus Century adalah harga mati yang tak bisa ditawar bagi partainya.
"Kalau kemarin usul Hak Menyatakan Pendapat bisa gugur apabila ada satu partai besar yang seluruh anggotanya tidak hadir (sehingga kuorum tidak tercapai pada paripurna), kini mekanismenya sudah kembali ke mayoritas sederhana (maksudnya dua pertiga--red)," kata Bambang.

Pemakzulan Tak Mudah
Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Mahfud MD menyatakan putusan Mahkamah kemarin memang membuat jalan ke arah pemakzulan presiden menjadi lebih mudah. Toh demikian, mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menilai, pelengseran tetap saja sulit dilakukan, menimbang realitas politik hari ini.
"Karena bayangkan upaya pemakzulan perlu 2/3 suara. Kalau misal Demokrat, PAN, dan PKB tidak hadir di sidang itu, maka tidak akan terjadi," katanya di Gedung MK, akarta, Kamis, 13 Januari 2011.
Jumlah gabungan kursi ketiga partai itu, kata Mahfud, sudah lebih dari sepertiga. Partai Demokrat merupakan fraksi terbesar saat ini, dengan jumlah anggota 148 orang atau 26,42 persen dari 560 anggota DPR. Suara Demokrat jika ditambah anggota PAN dan PKB akan mencapai 222 orang alias lebih dari sepertiga anggota DPR atau 187 orang.
"Jadi sebaiknya tidak berspekulasi ke arah sana (pemakzulan). Itu tidak mudah, akan menimbulkan keguncangan-keguncangan politik. Itu tidak produktif untuk pembangunan ke depan," kata Mahfud.
Namun Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan, terlepas dari sukar atau tidak dilakukan, putusan MK ini menimbulkan kegairahan baru dalam politik. Putusan ini pun dia nilai menguntungkan beberapa pihak.
"Ini akhirnya menjadi amunisi baru. Bahan bakar baru bagi koalisi untuk posisi tawar mereka," kata politikus PDI Perjuangan itu.
PDI Perjuangan sendiri, Pramono mengaku, tidak memiliki kepentingan praktis dari putusan MK tersebut. Meski demikian, dia mengingatkan sejumlah catatan agar putusan ini tidak diarahkan ke tindakan yang lebih jauh.
Menurut dia, keputusan MK itu tidak akan digunakan untuk mendorong pemakzulan dengan catatan penegak hukum lebih serius menindaklanjuti hasil paripurna DPR tentang skandal bailout ke Bank Century. "Ini pasti akan membuat penegak hukum lebih menyadari untuk tidak bermain-main dengan apa yang telah menjadi keputusan Paripurna DPR," katanya.
Dia menekankan, kepolisian, kejaksaan dan KPK harus lebih serius mengungkap kasus tersebut. "Sebab kalau tidak maka peristiwa politiknya akan tergugah kembali," ujar mantan Sekjen PDI Perjuangan itu.
Secara terpisah, Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, partainya tidak merasa terancam dengan hal itu. "Kalau ada yang berspekulasi itu adalah ancaman bagi pemerintah, saya kira tidak. Itu bukan ancaman," kata Anas.
Politik, kata Anas, bukan hanya soal angka dan prosentase. "Politik pasti menghadirkan rasionalitas, akal sehat dan pemahaman tentang kepentingan bangsa. Saya kira itu bukan hantu politik," kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini. "Politician dream adalah bekerja untuk rakyat, bukan impeachment," Anas mengingatkan. (sj)
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar